II. SEJARAH PEMELIHARAAN KEMURNIAN AL QURAN.
a. Memelihara Al Qur'an di masa Nabi s.a.w.
Pada permulaan Islam bangsa Arab adalah satu bangsa yang buta huruf;
amat sedikit di antara mereka yang pandai menulis dan membaca.
Mereka belum mengenal kertas, sebagai kertas yang (liken al sekarang.
Perkataan "Al waxaq" (daun) yang lazim pula dipakaikan dengan arti "kertas"
di masa itu, hanyalah dipakaikan pada daun kayu saja.
Adapun kata "al qirthas" yang daripadanya terambil kata-kata Indonesia
"kertas" dipakaikan oleh mereka hanyalah kepada benda-benda (bahan-bahan)
yang mereka pergunakan untuk ditulis, yaitu: kulit binatang, batu yang tipis dan
licin, pelapah tamar (korma), tulang binatang dan latn-lain sebagainya.
Setelah mereka menaklukkan negeri Persia, yaitu sesudah wafatnya Nabi
Muhammad s.a.w., barulah mereka mengetahui kertas. Orang Persia menamai
kertas itu "kaqhid", maka dipakailah kata-kata kaqhid ini untuk kertas oleh bang-
sa Arab semenjak itu.
Adapun sebelum masa Nabi atau pun di masa Nabi, kata-kata "al kaqhid" itu
tidak ada dalam pemakaian bahasa Arab, maupun dalam hadits-hadits Nabi. Kemudian
kata-kata "al qirthas" itupun dipakai pula oleh bangsa Arab kepada apa
yang dinamakan "kaqhid" dalam bahasa Persia itu.
Kitab atau buku tentang apapun, juga belum ada pada mereka. Kata-kata "ki-
tab" di masa itu hanyalah berarti: sepotong kulit, batu, atau tulang dan sebagainya
yang telah bertulis, atau berarti surat, seperti kata "kitab" dalam ayat 28 surat
(27)AnNaml.
اذهَب بِكِتٰبى هٰذا فَأَلقِه إِلَيهِم ثُمَّ تَوَلَّ عَنهُم
فَانظُر ماذا يَرجِعونَ
'Pergilah dengan surat saya ini, maka jatuhkanlah dia kepada mereka
Begitu juga "kutub" (jama' kitab) yang dikirimkan oleh Nabi kepada raja-raja
di masanya, untuk menyeru mereka kepada Islam.
Karena mereka belum mengenal kitab atau buku sebagai yang dikenal sekarang,
sebab itu di waktu Al Qur'an ul Karim itu dibukukan di masa Khalifah
Utsman bin 'Affan - sebagai akan diterangkan nanti-, mereka tidak tahu dengan
apa Al Qur'an yang telah dibukukan itu akan dinamai. Bermacam-macamlah pendapat
sahabat tentang nama yang hams diberikan. Akhirnya mereka sepakat menamainya
dengan "Al Mushhaf" {Ism maful dari ashhafa, dan ashhafa artinya:
mengumpulkan (shuhuf), jamak dari shahifah, lembaran-lembaran yang telah bertulis.
Kendatipun bangsa Arab pada waktu itu masih buta huruf, tetapi mereka
mempunyai ingatan yang am at kuat. Pegangan mereka dalam memelihara dan meriwayatkan
sya*ir-sya'ir dari pujangga-pujangga dan penyair-penyaii mereka, ansab
(silsilah keturunan) mereka, peperangan-peperangan yang terjadi di antara mereka,
peristiwa-peristiwa yang terjadi dalam masyarakat dan kehidupan mereka ttap hari
dan Iain-lain sebagainya, adalah kepada hafalan semata-mata.
Demikianlah keadaan bangsa Arab di waktu kedatangan agama Islam itu.
Maka dijalankanlah oleh Nabi suatu cara yang 'amali (praktis) yang sehras de-
ngan keadaan itu dalam menyiarkan Al Qur'anul Karim dan memeliharanya.
Tiap-tiap dirurunkan ayat-ayat itu Nabi menyuruh menghafalnya, dan me-
nuliskannya, di batu, kulit binatang, pelepah tamar, dan a pa saja yang bisa di-
susun dalam sesuatu surat. Nabi menerangkan tertib unit ayat-ayat itu. Nabi mengadakan
peraturan, yaitu Al Qur'an sajalah yang boleh dituliskan, selain dari Al Qur'an, Hadits
atau pelajaran-pelajaran yang mereka dengar dari mulut Nabi, dilarang menuliskannya.
Larangan ini dengan maksud supaya Al Qur'anul Karim itu terpelihara, jangan campur
aduk dengan yang Iain-lain yang juga didengar dari Nabi.
Nabi menganjurkan supaya Al Qur'an itu dihafal, selalu dibaca, dan diwajibkannya
membacanya dalam sembahyang.
Dengan jalan demikian banyaklah orang yang hafal Al Qur'an. Surat yang saru
macam, dihafal oleh ribuan manusia, dan banyak yang hafal seluruh Al Qur'an. Da-
lam pada itu tidak ada satu ayatpun yang tak dituliskan.
Kepandaian menulis dan membaca itu amat dihargai dan digembirakan oleh
Nabi. Beliau berkata:
"Diakhiratnantitinta ulama-ulama itu akan ditimbang dengan damn syuhada'
(orang-orang yang ma ti syahid) ".
Pada peperangan Badar, orang-orang musyrikin yang ditawan oleh Nabi,
yang tidak mampu menebus dirinya dengan uang, tetapi pandai menulis baca,
masing-masingnya diharuskan mengajar sepuluh orang Muslim menulis dan
membaca sebagai gann' tebusan.
Di dalam Al Qur'an pun banyak ayat-ayat yang mengutarakan pengharga-
an yang tinggi terhadap huruf, pena, dan tulisan. Firman Allah:
Nun, demi pena dan apa yang mereka tuliskan. (Surat (68) Al Qalam ayat 1).
ن ۚ وَالقَلَمِ وَما يَسطُرونَ
اقرَأ وَرَبُّكَ الأَكرَمُ
الَّذى عَلَّمَ بِالقَلَمِ
عَلَّمَ الإِنسٰنَ ما لَم يَعلَم
Bacalah, dan Tuhanmu amat mulia. Yang telah mengajar dengan pena. Dia telah
mengajarkan kepada manusia apa yang tidak diketahuinya.
(Surat (96) APAlaq ayat 3, 4, 5)
Karena itu bertambahlah keingjnan untuk belajar menulis dan membaca, dan
bertambah banyaklah mereka yang pandai menulis dan membaca itu, dan
banyaklah orang yang menuliskan ayat-ayat yang telah dirurunkan. Nabi sendiri
mempunyai beberapa orang penulis yang bertugas menuliskan Al Qur'an untuk
beliau. Penulis-penulis beliau yang terkenal ialah 'Ali bin Abi Thalib, Utsman bin
Affan, Ubay bin Ka'ab, Zaid bin Tsabit dan Mu'awiyah., Yang terbanyak menuliskan
ialah Zaid bin Tsabit dan Mu'awiyah.
Dengan demikian terdapatlah di masa Nabi tiga unsur yang tolong-menolong
memelihara Al Qur'an yang telah dirurunkan itu.
1. Hafalan dari mereka yang hafal Al Qur'an
2. Naskah-naskah yang ditulis untuk Nabi.
3. Naskah-naskah yang ditulis oleh mereka yang pandai menulis dan membaca
untuk mereka masing-masing.
Dalam pada itu oleh Jibril diadakan ulangan (repetisi) sekali setahun. Di
waktu ulangan itu Nabi disunih mengulang memperdengarkan Al Qur'an yang
telah diturunkan. Di tahun beliau wafat, ulangan itu diadakan oleh Jibril dua kali.
Nabi sendiripun sering pula mengadakan ulangan itu terhadap sahabat-sahabatnya,
maka sahabat-sahabat itu disunih beliau membacakan Al Qur'an itu
di mukanya, untuk menetapkan atau membetulkan hafalan atau bacaan mereka.
Ketika Nabi wafat Al Qur'an itu telah sempurna diturunkan dan telah dihafal
oleh ribuan manusia, dan telah dituliskan semua ayat-ayatnya.
Ayat-ayatnya dalam sesuatu surat telah disusun menurut tertib unit yang ditunjukkan
sendiri oleh Nabi.
Mereka telah mendengar Al Qur'an itu dari mulut Nabi berkali-kali, dalam
sem bah yang, dalam pidato-pidato beliau, dalam pelajaran-pelajaran dan Iain-lain,
sebagaimana Nabi sendiripun telah mendengar pula dari mereka. Pendeknya Al
Quraanul Karim adalah dijaga dan terpelihaia baik-baik, dan Nabi telah men-
jalani suatu cara yang amat praktis untuk memelihara dan menyiarkan Al Qur'an
itu, sesuai dengan keadaan bangsa Arab di waktu itu.
Satu hal yang menarik perhatian, ialah Nabi baru wafat sebagai disebutkan di
atas, ialah di kala Al Qur'an itu telah cukup diturunkan, dan Al Qur'an itu sempurna
diturunkan ialah di waktu Nabi telah mendekati masanya untuk kembali ke
hadirat Allah Yang Maha Kuasa.
Hal ini bukanlah suatu kebetulan saja, tetapi telah diatur oleh Yang Maha
Esa.
b. Al Qur 'an di masa Abu Bakar r.a.
Sesudah Rasulullah wafat, para sahabat baik Anshar maupun Muhajirin, sepakat
mengangkat Abu Bakar menjadi Khahfah. Pada awal masa pemerintahannya banyak di
antara orang-orang Islam yang belum kuat imannya. Terutama
di Nejed dan Yaman banyak di antara mereka yang menjadi murtad dari agamanya,
dan banyak pula yang menolak membayar zakat. Di samping itu ada pula
orang-orang yang mengaku dirinya sebagai nabi. Hal ini dihadapi oleh Abu
Bakar dengan tegas, sehingga ia berkata terhadap orang-orang yang menolak
membayar zakat itu demikian: "Demi Allah! Kalau mereka menolak untuk menyerahkan
seekor anak kambing sebagai zakat (seperti apa) yang pernah mereka
serahkan kepada Rasulullah, niscaya aku akan memerangi mereka". Maka terjadilah
peperangan yang hebat untuk menumpas orang-orang murtad dan
pengikut-pengikut orang yang mengaku dirinya nabi itu. Di antara peperangan
peperangan itu yang terkenal adalah peperangan Yamamah. Tentara Islam yang
ikut dalam peperangan ini, kebanyakan terdiri dari para sahabat dan para penghafal
Al Qur'an. Dalam peperangan ini telah gugur 70 orang penghafal Al
Qur'an. Bahkan sebelum itu gugur pula hampir sebanyak itu dari penghafal Al
Qur'an di masa Nabi pada suatu pertempuran di sumur Ma'unah dekat kota
Madinah.
Oleh karena Umar bin Khathtliab khawatii akan gugumya para sahabat
penghafal Al Qur'an yang masih hidup, maka ia lalu datang kepada Abu Bakar
memusyawaratkan hal ini. Dalam buku-buku Tafsir dan Hadits percakapan yang
terjadi antara Abu Bakar, Umar dan Zaid bin Tsabit mengenai pengumpulan Al
Qur'an diterangkan sebagai berikut:
Umar berkata kepada Abu Bakar: "Dalam peperangan Yamamah para sahabat yang hafal
Al Qur'an telah banyak yang gugur. Saya khawatir akan gugurnya
para sahabat yang lain dalam peperangan selanjutnya. sehingga banyak ayat-ayat
Al Qur'an itu perlu dikumpulkan".
Abu Bakar menjawab: "Mengapa aku akan melakukan sesuatu yang tidak diperbuat oleh
Rasulullah?".
Umar menegaskan: "Demi Allah! Ini adalah perbuatan yang baik". Dan ia berulang
kali memberikan alasan-alasan kebaikan mengumpulkan Al Qur'an ini,
sehingga Allah membukakan hati Abu Bakar untuk menerima pendapat Umar
itu, Kemudian Abu Bakar memanggil Zaid bin Tsabit dan berkata kepadanya:
"Umar mengajakku mengumpulkan Al Qur'an". Lalu diceriterakannya segala
pembicaraannya yang terjadi antara dia dengan Umar. Kemudian Abu Bakar
berkata: "Engkau adalah seorang pemuda yang cerdas yang kupercayai sepenuhnya.
Dan engkau adalah seorang penulis wahyu yang selalu disuruh oleh Rasulullah.
Oleh karena itu, maka kumpulkanlah ayat-ayat Al Qur'an itu". Zaid menjawab:
"Demi Allah! Ini adalah pekerjaan yang berat bagjku. Seandainya aku diperintahkan
untuk memindahkan sebuah bukit, maka hal itu tidaklah lebih berat
bagiku daripada mengumpulkan Al Qur'an yang engkau perintahkan itu". Dan
ia berkata selanjutnya kepada Abu Bakar dan Umar: "Mengapa kalian melakukan
sesuatu yang tidak diperbuat oleh Nabi?" Abu Bakar menjawab: "Demi Allah!
Ini adalah perbuatan yang baik". Ia lalu memberikan alasan-alasan kebaikan
mengumpulkan ayat-ayat Al Qur'an itu, sehingga membukakan hati Zaid,
kemudian ia mengumpulkan ayat-ayat Al Qur'an dari daun, pelepah kurma,
batu, tanah keras, tulang unta atau kambing dan dari sahabat-sahabat yang hafal
Al Qur'an.
Dalam usaha mengumpulkan ayat-ayat Al Qur'an itu Zaid bin Tsabit bekerja amat
teliti Sekalipun beliau hafal Al Qur'an seluruhnya, tetapi untuk
kepentingan pengumpulan Al Qur'an yang sangat penting bagi umat Islam itu,
masih memandang perlu mencocoJckan hafalan atau catatan sahabat-sahabat
yang lain dengan disaksikan oleh dua orang saksi.
Dengan demikian Al Qur'an seluruhnya telah ditulis oleh Zaid bin Tsabit
dalam lembaran-lembaran, dan diikatnya dengan benar, tersusun menurut
urutan ayat-ayatnya sebagaimana yang telah ditetapkan oleh Rasulullah, kemudian
diserahkan kepada Abu Bakar. Mushhaf ini tetap di tangan Abu Bakar sampai ia
meninggal, kemudian dipindahkan ke rumah Umar bin Knaththab dan
tetap ada di sana selama pemerintahannya. Sesudah beliau wafat, Mushhaf itu dipindahkan
ke rumah Hafsah, puteri 'Umar, isteri Rasulullah sampai masa pengumpulan dan
penyusunan Al Qur'an di masa Khalifah Utsman.
c. Membukukan AlQur'anul Karim di masa Uisman r.a.
Tetaplah demikian keadaan Al Qur'an itu, artinya telah dituliskan dalam satu
naskah yang lengkap, di atas lembaran-lembaran yang serupa, ayat-ayat dalam
sesuatu surat tersusun menurut tertib urut yang ditunjukkan oleh Nabi. Lembaran-
lembaran ini digulung dan diikat dengan benang, disimpan oleh mereka yang
disebutkan di atas.
Di atas telah disebutkan bahwa di permulaan pemerintahan Khalifah Abu Bakar
terjadilah riddah (pemberontakan orang-orang murtad). Yang kemudian
dapat dipadamkan oleh Abu Bakar. Maka setelah Jaziratul Arab tenteram kembali,
mulailah Abu Bakar menyiarkan Islam ke negeri-negeri yang berdekatan.
Di masa beliau tentara Islam telah memasuki kota-kota Hirah dan Anbar (diMesopotamia)
dan telah sampai di sungai Yarmuk di Syria, dan di masa pemerintahan
Khalifah Umar bin Knaththab, kaum Muslimin telah menaklukkan Bactriane
dekat sungai Ayax (Amu Daria) di sebelah timur, dan Mesir di sebelah ba-
rat.
Di masa Khalifah Utsman bin Affan, pemerintahan mereka telah sampai ke
Armenia dan Azarbaiyan di sebelah timur, dan Tripoli di sebelah barat.
Dengan demikian kelihatanlah bahwa kaum Muslimin di waktu itu telah terpencar-
pencar di Mesir, Syria, Irak, Persia dan Afrika.
Ke mana mereka pergi, dan di mana mereka tinggal Al Our'anul Karim itu
tetap jadi Imam mereka, di antara mereka banyak yang menghafal Al Qur'an itu.
Pada mereka ada naskah-naskah Al Qur'an itu, tetapi naskah-naskah yang mereka
punyat itu tidak sama susunan surat-suratnya.
Begitu juga ada didapat di antara mereka perbedaan tentang bacaan Al
Qur'an itu. Asal mulanya perbedaan bacaan ini ialah karena Rasulullah sendiripun
memberi kelonggaran kepada kabilah-kabilah Arab yang berada di masanya, untuk
membaca dan melafazkan Al Qur'an itu menurut lahjah (dialek) mereka masing masing.
Kelonggaran ini diberikan oleh Nabi supaya mudah mereka menghafal Al Qur'an
ini.
Tetapi kemudian kelihatan tanda-tanda bahwa perbedaan tentang bacaan Al
Qur'an ini kalau dibiarkan, akan mendatangkan perselisihan dan perpecahan yang
tidak diinginkan dalam kalangan kaum Muslimin.
Orang yang mula-mula memperhatikan hal ini seorang sahabat yang bernama
Huzaifah bin Yaman.
KetOca beliau ikut dalam pertempuran menaklukkan Armenia dan Azeibaiyan,
dalam perjalanan, dia pemah mendengar pertikaian kaum Muslimin tentang bacaan
bebeiapa ayat Al Qur'an, dan pernah mendengar peikataan seorang Muslim
kepada temannya: "Bacaan saya lebih baik dari bacaanmu".
Keadaan ini mengagetkan Huzaifah, maka di waktu dia telah kembali ke Madinah,
segera ditemuinya Utsman bin Affan, dan kepada beliau diceriterakannya
apa yang dilihatnya mengenai pertikaian kaum Muslimin tentang bacaan Al
Qur'an itu, seraya berkata: "Susullah umat Islam itu sebelum mereka berselisih
tentang Al Kitab, sebagai perselisihan Yahudi dan Nasaxa".
Maka oleh Khalifah Utsman bin Affan dimintakan kepada Hafsah binti
Umar lembaran-lembatan Al Qur'an yang ditulis di masa Khalifah Abu Bakar
yang disimpan oleh Hafsah untuk disalin, dan oleh Hafsah lembaran - lembaran
Al Qur'an itu diberikanlah kepada Khalifah Utsman bin Affan.
Oleh Utsman dibentuklah satu panitia, terdiri dari Zaid bin Tsabit, sebagai
ketua, Abdullah bin Zubaii, Sa'id bin 'Ash dan Abdur Rahman bin Hants bin Hisyam.
Tugas panitia ini ialah membukukan Al Qur'an, yakni menyalin dari lembaran lembaran
yang tersebut menjadi buku. Dalam pelaksanaan tugas ini Utsman menasehatkan
supaya:
a. mengambil pedoman kepada bacaan mereka yang hafal Al Qur'an.
b. Kalau ada pertikaian antara mereka tentang bahasa (bacaan), maka haruslah
dituliskan menurut dialek suku Quraisy, sebab Al Qur'an itu diturunkan menurut
dialek mereka.
Maka dikerjakanlah oleh panitia sebagai yang ditugaskan kepada mereka, dan
setelah tugas itu selesai, maka lembaran-lembaran Al Qur'an yang dipinjam dari
Hafsah itu dikembalikan kepadanya.
Al Qur'an yang telah dibukukan itu dinamai dengan "Al Mushhaf", dan oleh
panitia ditulis lima buah Al Mushhaf. Empat buah di antaranya dikirim ke Mekah,
Syria, Basrah dan Kufah, agar di tempat-tempat itu disalin pula dari masing-
masing Mushhaf itu, dan satu buah ditinggalkan di Madinah, untuk Utsman
sendiri, dan itulah yang dinamai dengan: "Mushhaf Al Imam".
Sesudah itu Utsman memerintahkan mengumpulkan semua lembaran-lembaran yang
bertuliskan Al Qur'an yang ditulis sebelum itu dan membakarnya.
Maka dari Mushhaf yang ditulis di zaman Utsman itulah kaum Muslimin di
seluruh pelosok menyalin Al Qur'an itu.
Adapun kelainan bacaan, sampai sekarang masih ada, karena bacaan-bacaan yang
dirawikan dengan mutawatir dari Nabi terus dipakai oleh kaum Muslimin
dan bacaan- bacaan tersebut ndaklah berlawanan dengan apa yang ditulis dalam
Mushhaf-mushhaf yang ditulis di masa Utsman itu.
Dengan demikian, maka pembukuan Al Qur'an di masa Utsman itu faedahnya yang
terutama ialah:
1. Menyatukan kaum Muslimin pada satu macam Mushhaf yang seragam ejaan tulisannya.
2. Menyatukan bacaan, dan kendatipun masih ada kelainan bacaan, tetapi bacaan itu
tidak berlawanan dengan ejaan Mushhaf-mushhaf Utsman. Sedang bacaan-bacaan yang
tidak sesuai dengan ejaan Mushhaf-mushhaf Utsman tidak dibolehkan lagi.
3. Menyatukan tertib susunan surat-surat, menurut tertib unit sebagai yang kelihatan
pada Mushhaf-mushhaf sekarang.
Di samping itu Nabi Muhammad s.a-w. sangat menganjurkan agar para saha-
bat menghafal ayat-ayat Al Qur'an. Karena itu banyak sahabat-sahabat yang
menghafalnya baik satu suiat, ataupun menghafal Al Qur'an seluruhnya. Kemu-
dian di zaman tabi'ien, tabi'it tabi'ien dan selanjutnya usaha-usaha menghafal Al
Qur'an ini dianjurkan dan diberi dorongan oleh para Khalifah sendiri.
Pada zaman sekarang di Mesir, di sekolah-sekolah Awaliyah diwajibkan
menghafal Al Qur'an. Kalau mereka hendak menamatkan pelajaian di sekolah-
sekolah Awaliyah dan hendak meneruskan pelajarannya ke sekolah-sekolah
Muallimin, maka hafalan mereka tentang Al Qur'an itu selalu diuji, sehingga pe-
lajar-pelajar lulusan sekolah Muallimin telah hafal Al Qur'an seluruhnya dengan
baik. Untuk mengambil ijazah sekolah persiapan Darul Ulum, pelajar-pelajar di-
uji dalam hafalan Al Qur'anul Karim. Di tingkat Ibtidaiyah dan Tsanawiyah
pada Al Azhai pun diwajibkan menghafal Al Qur'an. Begitu pula halnya di
negara-negara Arab yang lain, kegiatan menghafal Al Qur'an itu dapat dilihat de-
ngan jelas.
Di Indonesia, di pondok-pondok, surau-surau, pesantren-pesantren,
rangkang-rangkang dan madrasah-madrasah sampai perguruan tinggi terdapat pula
usaha-usaha menghafal Al Qur'an itu.
Umat Islam merasa, bahwa adalah suatu ibadat yang besar menghafal Al
Qur'anul Karim. Orang-orang yang hafal Al Qur'an amat ditinggikan dan di-
ll ormati.
Di Indonesia biasa diadakan musabaqah (perlombaan) membaca Al Qur'an
yang dilakukan baik oleh anak-anak ataupun oleh orang-orang yang telah
dewasa dari tingkat kelurahan sampai tingkat nasional.
Untuk menjaga kemurnian Al Qur'an yang diterbitkan di Indonesia ataupun
yang didatangkan dari luar negeri, Pemerintah Republik Indonesia cq. Depar-
teman Agama telah membentuk suatu panitia yang bertugas untuk memeriksa
dan mentashheh Al Qur'an yang akan dicetak dan yang akan diedarkan, yang di-
namai "Lajnah Pentashhih Mushhaf Al Qur'an", yang ditetapkan dengan pene-
tapan Men ten Agama No. 37 th. 1957, yang telah diperbaharui dengan Peraturan Menteri
Agama No. 2 Tahun 1980. Untuk melaksanakantugas Lajnah tersebut diangkatlah anggo-
ta Lajnah dengan suatu Keputusan Menteri Agama yang diperbaharui di tiap tahun.
Selain itu Pemerintah juga sudah mempunyai Al Qur'an pusaka berukuran 1
x 2 M. yang ditulis dengan tangan oleh penulis-penulis Indonesia sendiri, mulai
tanggal 23 Juni 1948/17 Ramadhan 1367 dan selesainya tanggal 15 Maret
1960/17 Ramadhan 1379, yang sekarang disimpan di Mesjid Baiturrahim dalam
Istana Negara. Al Qur'an pusaka itu selain untuk menjaga kesucian dan ke-
murnian Al Qur'an, juga dimaksudkan untuk menjadi induk dari Al Qur'an yang
diterbitkan di Indonesia.
Dengan usaha-usaha yang disebutkan di atas terpebharalah Al Qur'anul Ka-
rim itu, dan sampailah kepada kita sekarang dengan tidak ada perobahan sedikit
juga dari apa yang telah diturunkan kepada Nabi Muhammad s.a.w.
Dalam pada itu, pada tiap-tiap zaman dan masa Al Qur'an dihafal oleh jutaan umat
Islam, ini adalah salah satu inayat Tuhan untuk menjaga Al Qur'an. Dengan de-
mikian terbuktilah firman Allah:
إِنّا نَحنُ نَزَّلنَا الذِّكرَ وَإِنّا لَهُ لَحٰفِظونَ
"Sesungguhnya Kami telah menurunkan Al Qur'an, dan sesungguhnya Kami tetap
memeliharanya". (Surat (15) Hijr ayat 9)
MUNDUR MAJU
Assalaamu`alaikum wr wb.
BalasHapusSalam sejahtra moga-moga ummat ini memiliki banyak orang cerdas seperti anda...
Nama saya syahid sempat melihat posting anda d FFI, kiranya saudara juga bisa ke blong mereka http://trulyislam.blogspot.com dan http://exmuslim.wordpress.com dan forum FB debat kristen dan islam dan jika berkenan membuat pencerahan pada tema-tema kesesatan pada blog mereka di blog ini dalam bentuk pdf yang bisa di download referensi bacaan atau mungkin semua isi dari blong ini...kiranya juga blog ini mungkin bagus jika di buat promonya d FB agar menjadi bahan perbandingan dalam mendapatkan pengetahuan dan satu lagi maaf klo mungkin dilakukan penataan blog yang lebih baik seperti ad-sense promo iklan pada blog ini seyogyanya dihapus saja menurut hemat saya karena inilah merupakan blog yang bisa mewakili rujuk reverensi menambah khasanah pemahaman Umat Islam kedepan. terimakasih Wassalamu alaikum Wr. Wb.
Wa`alaikum salam wrb. Alhamdulillah mas anonim. Iya langsung saya hapus ya adsensenya dan saya akan berkunjung ke sittus yang anda maksud. Tirms. wassalam.
BalasHapus