Petunjuk Hidup
Apakah petunjuk
hidupmu? Quran kah? Sudahkan Anda memahami seluruh isi Quran sebagai
petunjuk hidup? Jika saya masih menjadikan sesuatu yang saya tidak
pahami sebagai pedoman hidup, maka semua itu adalah omong kosong. Mari kita telusuri seberapa paham kita terhadap Quran...Sudah lebih dari 1400 tahun sejak Muhammad
meninggalkan AlQuran untuk umatnya dan menjanjikan benarnya hidup
dengan AlQuran dan sunahnya. Banyak hal terjadi selama kurun waktu itu.
Teks bisa terjaga keasliannya. Tapi Islam bukan saja ada di Arab. Banyak
umat Islam yang tidak memahami bahasa Arab. Ketika AlQuran turun, kaum
Quraish terpukau oleh keindahan bahasa AlQuran yang belum pernah mereka
dengar sebelumnya. Jadi, bahasa AlQuran bukanlah bahasa keseharian yang lazim, ia adalah bahasa dengan nilai kesusasteraan tinggi. Anda bisa bayangkan perjalanan pemaknaan terhadap teks AlQuran.
Apakah
saya hanya puas mendapatkan AlQuran yang telah dimaknai oleh ribuan
generasi? Saya analogikan sebagai air, air yang saya dapat adalah air
hilir yang telah banyak tercemar dalam perjalanannya dari hulu atau
sumber air. Walaupun terlambat bagi saya, saya harus mempelajari AlQuran
secara orisinil. Perangkat yang saya perlukan adalah bahasa. Bahasa
AlQuran.
Orang Yahudi kok pintar-pintar ya?”
Mungkin Anda pernah mendengar ‘selentingan’ , “Orang Yahudi kok pointar-pintar ya?”, banyak ilmuwan-ilmuwan dunia berasal dari bangsa ini, misalnya Albert Einstein (yahudi yang berkebangsaan Amerika), seorang penemu teori relativitas energi. Tidak perlu heran, karena selama berabad-abad lamanya, firman-firman Allah turun pada bangsa Yahudi. Pengetahuan membuat manusia menjadi berilmu, dan ilmu membuat manusia menjadi pandai. Faktor intelejensi hanya mempengaruhi seberapa cepat seseorang bisa memahami informasi yang ia terima.
Jika ada penelitian, seorang anak dari keturunan orang yang ber IQ tinggi, diletakkan di dalam lingkungan terisolasi, tanpa ada yang memberinya informasi dan tidak diajak berkomunikasi. Hasilnya, tidak peduli seberapa tinggi intelektual quotion-nya (IQ), anak itu tumbuh besar sebagai anak yang bodoh, tanpa kepandaian dan tanpa keterampilan.
Ratusan tahun lamanya Allah menurunkan ilmu sebagai petunjuk hidup kepada suatu kaum yang akhirnya berkembang menjadi bangsa yang besar. Kaum Tsamud dan kaum Ad adalah contoh kaum yang dengan ilmu dari Allah, mampu membuat peradaban-peradaban besar dunia. Piramida, obelisk, tembok cina, adalah contoh karya-karya besar sepanjang masa yang telah dibuat manusia ribuan tahun lalu.
Jika Anda menganggap masa lalu adalah masa di mana manusia belum mampu menciptakan apapun seperti masa sekarang, mungkin catatan sejarah mampu mengubah pandangan Anda. Tokoh nasional, Soekarno pernah berujar JASMERAH, jangan sekali-kali melupakan sejarah.
Lihatlah di sekeliling Anda, kemiskinan dan kebodohan ada di mana-mana. Lihatlah lebih jauh lagi, bahwa kita tidak sendiri, negara-negara miskin ada di mana-mana. Dan lihatlah lebih seksama lagi. Siapakah kita? Siapakah mereka yang senasib dengan kita? MUSLIM
Hampir seluruh penyandang kemiskinan dan kebodohan di dunia ini adalah orang Islam. Yaitu orang-orang yang telah diberi petunjuk hidup oleh Allah sang pembuat hidup. Silahkan Anda menangis...Tetapi, bukan tangisan yang Anda butuhkan saat ini. Tangisan hanya membuat perut semakin lapar dan otak semakin kosong. Semoga Anda sepakat dengan saya. Bahwa titik masalahnya adalah orang Islam tidak memahami petunjuk hidupnya sendiri, tidak memahami kitab agamanya sendiri. Logikanya, orang yang punya petunjuk hidup adalah orang yang menguasai kehidupan. Nyatanya, sebagian besar muslim adalah orang-orang yang tersingkir dari catur kekuasaan dunia. Quran bukan untuk alam kematian, Quran adalah pedoman hidup.
Sejarah AlQuran
Masa sejarah penulisan AlQuran sama dengan masa turunnya wahyu itu sendiri. Rasul selalu memerintahkan para sahabatnya untuk menuliskannya setiap kali wahyu turun. Namun, di jaman rasul, AlQuran belum berbentuk kitab seperti sekarang ini. Kalam-kalam Allah ini tersebar dalam helai-helai yang ditulis. Banyak sahabat yang menulis dan mengumpulkan setiap wahyu yang turun pada rasul. Kumpulan tulisan ini disebut mushaf. Ada mushaf Ali bin Abi Thalib, Ubay bin Ka’b dan Zaid bin Tsabit, Umar bin Khatab dan mushaf Abu Bakar. Banyak pula sahabat rasul yang hafal AlQuran (hafidz). Pada jaman kekhalifan Utsman bin Affan mushaf-mushaf ini dikumpulkan dan dari kesamaan mushaf-mushaf ini dilakukan penulisan ke dalam sebuah kitab.
Cara penulisan wahyu pada masa awal munculnya Islam adalah dengan mencatatnya di atas apa saja yang bisa ditorehkan tulisan. Di antaranya adalah:
• ‘Usub, jamak dari kata ‘Asib yang berarti pelepah korma.
• Likhaf, bentuk jamak dari kata ini adalah lakhfah yang berarti batu-batu yang tipis dan berwarna putih.
• Riqa’, bentuk jamaknya adalah ruq’ah, artinya lembaran-lembaran kuliy atau daun atau kertas.
Masa turunnya AlQuran
Masa turunnya AlQuran secara bertahap selama dua puluh tahun, dimulai tiga tahun setelah bi’tsah, akhir hayat Rasulullah saw. Sedangkan di dalam surat alBaqarah:185 dan surat alQadr:1 disebutkan bahwa AlQuran diturunkan pada malam bulan ramadhan, malam Qadr. Dari beberapa pendapat ahli hadits dan sejarawan tergambar garis besar bahwa AlQuran memiliki dua wujud, wujud lahiriah yang terjelma dalam bentuk lafazh-lafazh dan kalimat-kalimat, kedua adalah wujud batiniah yang tetap berada dalam posisinya. AlQuran dalam wujud batiniah dan aslinya menjelma dalam hati rasulullah saw secara utuh pada malam Qadr.
Tertundanya Turunnya Quran selama 3 tahun
Awal turunnya wahyu risali pada tanggal 27 Rajab, 13 tahun sebelum hijrah (609 M). Namun turunnya Quran sebagai kitab samawi, pernah tertunda selama 3 tahun. Ketertundaan ini disebut Fathrah. Ketika berada dalam rentang waktu itu, rasulullah menjalankan dakwahnya secara diam-diam hingga ayat ini diturunkan, Maka sampaikanlah secara terang-terangan segala yang diperintahkan (kepadamu) (QS alHijr:94).
Pengumpulan dan Penyusunan AlQuran
Pengumpulan ini berlangsung selama beberapa tahun atas upaya beberapa orang dan berbagai kelompok. Sedangkan urutan, susunan dan jumlah ayat dalam setiap surah sudah dibakukan sejak jaman Rasulullah berdasarkan perintah Allah swt.
Pada saat itu bentuk tulisan alQuran tidak seperti sekarang ini. Tulisan AlQuran saat itu adalah tulisan tanpa harakat (sandang) atau dikenal dengan ‘tulisan Arab gundul’. Namun seiring dengan perkembangan Islam, makin banyak orang yang memeluk Islam, tidak hanya orang Arab (yang mengerti bahasa Arab), tapi juga orang-orang di luar Arab. Orang-orang bukan Arab yang tidak mengerti bahasa Arab, mereka sering salah membunyikan tulisan dalam alQuran karena tidak ada sandangan yang membedakan bunyi fonem (a,i,u) pada huruf-hurufnya. Untuk mempermudah orang melafalkan, mengeja dan mengucapkan tulisan dalam alQuran, maka tulisannya diberi harakat atau sandangan(a,i,u). Tentang penulisan AlQuran dibahas dalam subjudul sejarah AlQuran.
Sifat Studi AlQuran
Studi AlQuran yang akan digunakan adalah AlQuran menurut sunah rasul, yaitu menurut apa yang diajarkan, diucapkan dan diamalkan oleh Muhammad SAW. Ada pula orang-orang yang mengamalkan dan menggunakan kalam Allah (AlQuran) untuk selain yang dicontohkan rasul, mereka menyalahgunakan AlQuran untuk hal-hal yang tidak berfaedah baik.
Apakah AlQuran bisa disalahgunakan? Bisa saja. Sama seperti Anda memiliki pena. Pena berguna untuk menulis, tapi Anda juga bisa menggunakannya untuk mencelakai orang bila digunakan untuk menusuk matanya, misalnya. Mungkin Anda juga bisa menggunakannya untuk mendzalimi orang dengan menuliskan sebuah fitnah tentang orang itu di atas kertas yang kemudian Anda sebarkan. Manfaat pena itu tergantung pada siapa Anda.
Untuk menyamakan persepsi dalam studi ini, ada dua pertanyaan yang harus kita jawab. Pertama, apakah pengertian din (agama) bagi Anda? Kedua, untuk apa Anda melaksanakan ajaran agama?
Anda memiliki jawaban, saya pun punya jawaban. Pertama, dien adalah tata aturan hidup yang berasal dari Allah, yang menciptakan kehidupan. Kedua, dien dilaksanakan untuk kehidupan di dunia. Akhirat adalah hasil dari kehidupan dunia, akhirat adalah akibat dan dunia adalah sebab. Allah tidak menurunkan agama untuk dilaksanakan di akhirat, tetapi untuk dilaksanakan di dunia.
Jadi, pengajian bukanlah untuk kepentingan akhirat saja, tapi untuk mengkaji aturan dari Allah untuk menjalani hidup di dunia. Bagaimana dengan kehidupan saya di akhirat? Otomatis, yaitu akhirat adalah kehidupan yang secara otomatis, dengan sendirinya tercipta dari kehidupan di bumi. Artinya kehidupan di akhirat adalah cerminan dan efek dari kahidupan saya selama hidup di dunia. Sama halnya ketika saya bercermin melihat bayangan yang memantul di sana. Jika saya ingin merapikan tampilan rambutan saya di cermin, maka yang harus saya rapikan adalah rambut saya, bukan mengubah cermin, karena tidak mungkin. Tidak ada ikhtiar yang bisa dilakukan di akhirat. Akhirat adalah hasil akhir amal perbuatan di dunia. Karena itu, mempelajari AlQuran adalah kewajiban di dunia sebagai bekal hidup di dunia. Bagi saya bekal hidup di akhirat adalah hidup di bumi. Lalu bagaimana halnya dengan pahala? Bukankah pahala adalah bekal saya di akhirat?
Tahukah Anda tentang arti pahala? Pahala adalah sebuah kebaikan. Pahala adalah sebuah manfaat positif atas amal perbuatan. Pahala bukanlah sebuah perhitungan kuantitatif deretan angka-angka. Jika saya menjalani hidup di dunia dengan baik dan benar, maka dengan sendirinya kehidupan baik pula yang akan saya jalani di akhirat. Seperti layaknya orang bercermin. Apa yang ada pada diri saya, itulah yang nampak pada cermin. Saya belum pernah mati, begitu pula Anda. Keyakinan saya berasal dari pengerahan seluruh kemampuan saya untuk berpikir. Dan saya hidup dengan keyakinan tersebut.
AlQuran adalah qalam Allah kepada manusia yang berisi ajaran-ajaran dan petunjuk hidup. Apakah Alquran itu berbentuk sebuah kitab? Tidak selalu. Apakah jika ia ditulis di sebuah dinding maka ia bukan lagi AlQuran?
Di jaman rasul, Muhammad SAW, AlQuran belum berbentuk buku seperti sekarang. AlQuran masih ditulis dalam bentuk mushaf-mushaf yang terpisah-pisah.
Umat Islam diperintahkan untuk menghormati AlQuran. Apakah saya telah menghargai AlQuran? Menaruh AlQuran pada tempat yang tinggi, tempat yang indah, adalah baik. Tapi ada yang lebih layak dari itu semua, yaitu menaruh AlQuran di tempat yang benar. Di manakah? Di dalam setiap perbuatan saya. Itulah obsesi saya.
Menghormati AlQuran berarti menghormati ajaran Allah. Jika saya menghormati AlQuran dengan menghormati isi AlQuran dan melaksanakannya, sudah pasti saya pun menghormati AlQuran dalam bentuk wujudnya, kitabnya.
Studi ini adalah studi untuk memahami AlQuran menurut sunah rasul. Pemaknaan sesuai dengan tuntunan rasul Muhammad SAW. Sunah rasul ada dua bentuk, sunah qawliyah (perkataan) dan sunah fi’liyah (perbuatan).
Studi berarti belajar, yaitu kegiatan belajar untuk memahami, mengerti dan mengetahui. Studi AlQuran berarti belajar memahami, mengerti dan mengetahui AlQuran secara benar menurut sunah rasul.
Mengapa tidak digunakan istilah ‘pengajian’? Karena arti pengajian secara umum kini telah menyimpang dari arti harfiahnya. Pengajian berasal dari kata ‘kaji’ yaitu menelaah, membahas, mempelajari. Maka seharusnya pengajian AlQuran adalah sebuah kegiatan yang berupaya untuk mempelajari dan memahami tentang AlQuran. Namun yang saya temui dalam masyarakat, mengaji adalah kegiatan membaca, melantunkan, membunyikan, melafalkan huruf-huruf yang tertera dalam AlQuran. Dalam hal ini, pengertian membaca pun telah bergeser. Dalam kamus, membaca berarti kegiatan menangkap, memperoleh pengertian tentang hal yang tertera dalam bentuk serangkaian huruf menjadi sebuah pengertian dalam pikiran kita. Jika saya tidak mampu memperoleh sebuah pengertian tentang serangkaian huruf yang saya baca, maka benarkah bahwa saya ‘membaca’?
اِقْرَأْ bacalah adalah firman Allah yang pertama kali diterima Nabi Muhammad SAW. Ini adalah perintah bagi seluruh umat manusia. Manusia diperintahkan untuk membaca, membaca petunjuk Allah yang turun dalam bentuk alQuran. Sudahkah saya memenuhi perintahNya?
Banyak orang yang telah menjalankan perintah membaca alQuran. Namun sayangnya, pengertian ‘membaca’ mereka adalah pengertian ‘membaca’ tidak dalam arti sebenarnya. Pada umumnya banyak yang mengartikan membaca sebagai membunyikan huruf-huruf di dalam AlQuran tanpa memahaminya. Kegiatan membunyikan tulisan ini pun menjadi beragam bentuk, dengan nada-nada atau melodi tertentu. Hal ini tidak salah, namun belum sepenuhnya benar, karena tujuan membaca menjadi tidak tercapai. Yaitu memindahkan pengertian yang tertera pada hal tulisan yang dibaca ke dalam pengertian di benak si pembaca.
Mungkin ada sebagian orang yang ‘mengaji’ untuk mendapatkan pahala dari Allah. Entah dengan pemahaman atau tidak, orang-orang ini merasa telah melaksanakan perintah Allah agar membaca AlQuran. Mereka bertujuan mengharapkan pahala atas amal ibadah mengaji. Apakah mereka memperoleh manfaat dari itu? Apa yang mereka dapat? Jika Anda menjawab: pahala, maka: apakah tujuan dari kegiatan pengajian? Pemahaman atau pahala?
Sifat Studi AlQuran
Kegiatan studi AlQuran ini memiliki sifat-sifat yang mendukung tercapainya tujuan mempelajari AlQuran, yaitu mengerti AlQuran secara benar. Berikut adalah sifat studi AlQuran:
1. Pribadi atau personal
Studi AlQuran bersifat pribadi. Artinya setiap orang yang melakukan studi AlQuran ini adalah orang yang mewakili dirinya sendiri. Ia sebagai individu, tidak mewakili golongan, kelompok, suku atau aliran tertentu. Ia melakukan studi AlQuran dalam kapasitas dirinya sebagai manusia beriman yang ingin memahami isi AlQuran. Jika nantinya, ia melakukan transfer tentang apa yang ia ketahui kepada orang lain, maka itu ia lakukan atas kesadaran mengamalkan ilmu. Sesuai hadits rasul, “Sampaikanlah walau hanya satu ayat”.
2. Komparatif
Studi ini bersifat komparatif, yaitu membandingkan kajian studi dengan standar AlQuran menurut sunah rasul. Pemaknaan AlQuran menurut sunah rasul selalu dijadikan standar kebenaran dalam studi ini. Karena Muhammad SAW adalah manusia yang paling memahami AlQuran.
Prinsip terlarang dalam studi: Dalam melakukan studi ini, ada hal-hal yang tidak boleh dilakukan. Hal-hal terlarang ini akan menghambat tercapainya tujuan studi. Prinsip-prinsip yang tidak boleh dipakai dalam studi ini:
1. Tidak ada selain yang sudah diketahui
Artinya kita menutup diri dari pengetahuan-pengetahuan baru. Ini tidak boleh dilakukan. Di hari kemarin kita tidak mengetahui tentang sesuatu, di hari kemudian boleh jadi pengetahuan kita bertambah. Pengetahuan yang dimiliki manusia selalu bertambah, karena manusia dikaruniai akal. Dengan akalnya ia berusaha mencari kebenaran. Hanya Allah yang Maha tahu segalanya, manusia tidak mengetahui apapun kecuali yang Allah beri. Tugas manusia untuk mencari ilmu. Ini sudah menjadi tugas naluriah manusia. Manusia dikarunia sifat selalu ingin tahu. Jika kita tidak ingin berusaha untuk mencari ilmu, mungkin artinya kita sudah kehilangan sebagian naluri kita. Untuk itu prinsip yang benar dalam studi ini adalah “Selalu ada yang belum kita ketahui”.
2. Tidak benar selain yang sudah dikaji
Dalam etika keilmuan, prinsip ini pun tidak boleh ada. Begitu pula dalam upaya studi ini. Tidak benar selain yang sudah dikaji, artinya kita tidak menerima rumusan baru, hasil kajian baru selain yang sudah ada. Prinsip ini tidak boleh ada dalam kegiatan kita melakukan studi AlQuran.
Pada masa Yunani kuno, orang-orang percaya bahwa bumi adalah pusat alam semesta, di mana matahari, bulan dan benda-benda langit lainnya berputar mengelilingi bumi. Ini dikenal dengan Geosentris, Aristoteles adalah penemunya. Kemudian, setelah lensa teleskop dan teropong ditemukan, di mana manusia bisa melihat benda-benda lebih jauh, muncul pengetahuan baru pada seorang manusia bernama Galileo Galilai. Ia berkata bahwa bumi bukanlah pusat alam semesta. Matahari adalah pusatnya, dikenal dengan teori Heliosentris. Bumi, bulan dan planet-planet lainnya berputar mengelilingi matahari. Pada saat itu orang-orang Yunani tidak mau menerimanya. Mereka beranggapan Aristoteles adalah benar dan tetap akan benar. Kepercayaan ini diperkuat oleh Injil yang menyatakan bahwa bumi adalah pusat alam semesta. Saat itu dipercaya juga bahwa bumi berbentuk datar. Ketika itu dipercaya, jika kita mengarungi bumi sejauh-jauhnya, maka kita akan menemui ujung bumi dan akan terlempar ke bawah seperti terjatuh dari atas sebuah meja. Seiring dengan itu Galileo juga mengungkap tentang penemuannya pada hukum gerak jatuh bebas. Ia berkata bahwa benda berat dan benda ringan akan jatuh dengan sama cepat. Ini bertentangan dengan apa yang telah diungkapkan oleh Aristoteles. Menurutnya benda yang lebih berat akan jatuh terlebih dahulu dari benda yang lebih ringan. Orang-orang saat itu menganggap Aristoteles lah yang benar, karena menurut mereka ucapan Aristotelas lebih masuk akal. Benda berat tentu sampai di tanah lebih dulu dibanding benda ringan bila dijatuhkan dari atas. Saat ini percobaan ilmiah telah membuktikan bahwa Galilieo adalah benar dengan hukum gerak jatuh bebas. Semua benda akan tiba secara bersamaan bila dijatuhkan pada saat yang sama. Dan untuk benda-benda tertentu, seperti bulu ayam misalnya, akan jatuh lebih lambat dibandingkan besi misalnya. Hal ini karena ada resistensi udara yang menghalangi bulu ayam. Namun bila resistensi udara ditiadakan, kedua banda yang berbeda bobot ini akan tiba di tanah secara bersamaan. Hal ini telah dibuktikan pada ruang hampa udara.
Bayangkanlah, bagaimana jika berpegang pada prinsip Tidak benar selain yang sudah dikaji. Apa jadinya manusia sekarang? Kita akan tetap terkukung pada kebodohan tanpa ilmu. Tidak ada perkembangan peradaban. Karena adanya penemuan dari orang-orang yang berpikirlah, kita bisa berada dalam peradaban. Dan karena adanya sifat terbuka, mau menerima perubahanlah peradaban terus berkembang dengan perkembangan ilmu pengetahuan. Karena itu, dalam melakukan studi ini, prinsip-prinsip yang menjerumuskan pada kebodohan ini harus ditinggalkan. Yang benar adalah “Selalu ada kebenaran yang belum kita kita ketahui”.
3. Tidak boleh ada selain yang sudah diakui/dikaji oleh umum
Prinsip ini sama dengan dua prinsip sebelumnya. Orang yang memegang prinsip ini artinya ia tidak mau menerima hal-hal baru. Ia hanya mau menerima apa yang sudah diwariskan oleh pendahulunya. Prinsip ini tidak boleh ada dalam studi mempelajari alQuran. Ilmu Allah sangat luas dan ilmu manusia hanya setitik dibanding denganNya. Selalu ada hal yang belum diketahui,dipahami dan dikaji manusia. Pengetahuan manusia akan selalu bertambah selama ia berusaha mencarinya. Allah akan memberikan ilmuNya pada manusia selama ia berusaha mendapatkannya.
sumber: http://nur-isa.blogspot.com/
Orang Yahudi kok pintar-pintar ya?”
Mungkin Anda pernah mendengar ‘selentingan’ , “Orang Yahudi kok pointar-pintar ya?”, banyak ilmuwan-ilmuwan dunia berasal dari bangsa ini, misalnya Albert Einstein (yahudi yang berkebangsaan Amerika), seorang penemu teori relativitas energi. Tidak perlu heran, karena selama berabad-abad lamanya, firman-firman Allah turun pada bangsa Yahudi. Pengetahuan membuat manusia menjadi berilmu, dan ilmu membuat manusia menjadi pandai. Faktor intelejensi hanya mempengaruhi seberapa cepat seseorang bisa memahami informasi yang ia terima.
Jika ada penelitian, seorang anak dari keturunan orang yang ber IQ tinggi, diletakkan di dalam lingkungan terisolasi, tanpa ada yang memberinya informasi dan tidak diajak berkomunikasi. Hasilnya, tidak peduli seberapa tinggi intelektual quotion-nya (IQ), anak itu tumbuh besar sebagai anak yang bodoh, tanpa kepandaian dan tanpa keterampilan.
Ratusan tahun lamanya Allah menurunkan ilmu sebagai petunjuk hidup kepada suatu kaum yang akhirnya berkembang menjadi bangsa yang besar. Kaum Tsamud dan kaum Ad adalah contoh kaum yang dengan ilmu dari Allah, mampu membuat peradaban-peradaban besar dunia. Piramida, obelisk, tembok cina, adalah contoh karya-karya besar sepanjang masa yang telah dibuat manusia ribuan tahun lalu.
Jika Anda menganggap masa lalu adalah masa di mana manusia belum mampu menciptakan apapun seperti masa sekarang, mungkin catatan sejarah mampu mengubah pandangan Anda. Tokoh nasional, Soekarno pernah berujar JASMERAH, jangan sekali-kali melupakan sejarah.
Lihatlah di sekeliling Anda, kemiskinan dan kebodohan ada di mana-mana. Lihatlah lebih jauh lagi, bahwa kita tidak sendiri, negara-negara miskin ada di mana-mana. Dan lihatlah lebih seksama lagi. Siapakah kita? Siapakah mereka yang senasib dengan kita? MUSLIM
Hampir seluruh penyandang kemiskinan dan kebodohan di dunia ini adalah orang Islam. Yaitu orang-orang yang telah diberi petunjuk hidup oleh Allah sang pembuat hidup. Silahkan Anda menangis...Tetapi, bukan tangisan yang Anda butuhkan saat ini. Tangisan hanya membuat perut semakin lapar dan otak semakin kosong. Semoga Anda sepakat dengan saya. Bahwa titik masalahnya adalah orang Islam tidak memahami petunjuk hidupnya sendiri, tidak memahami kitab agamanya sendiri. Logikanya, orang yang punya petunjuk hidup adalah orang yang menguasai kehidupan. Nyatanya, sebagian besar muslim adalah orang-orang yang tersingkir dari catur kekuasaan dunia. Quran bukan untuk alam kematian, Quran adalah pedoman hidup.
Sejarah AlQuran
Masa sejarah penulisan AlQuran sama dengan masa turunnya wahyu itu sendiri. Rasul selalu memerintahkan para sahabatnya untuk menuliskannya setiap kali wahyu turun. Namun, di jaman rasul, AlQuran belum berbentuk kitab seperti sekarang ini. Kalam-kalam Allah ini tersebar dalam helai-helai yang ditulis. Banyak sahabat yang menulis dan mengumpulkan setiap wahyu yang turun pada rasul. Kumpulan tulisan ini disebut mushaf. Ada mushaf Ali bin Abi Thalib, Ubay bin Ka’b dan Zaid bin Tsabit, Umar bin Khatab dan mushaf Abu Bakar. Banyak pula sahabat rasul yang hafal AlQuran (hafidz). Pada jaman kekhalifan Utsman bin Affan mushaf-mushaf ini dikumpulkan dan dari kesamaan mushaf-mushaf ini dilakukan penulisan ke dalam sebuah kitab.
Cara penulisan wahyu pada masa awal munculnya Islam adalah dengan mencatatnya di atas apa saja yang bisa ditorehkan tulisan. Di antaranya adalah:
• ‘Usub, jamak dari kata ‘Asib yang berarti pelepah korma.
• Likhaf, bentuk jamak dari kata ini adalah lakhfah yang berarti batu-batu yang tipis dan berwarna putih.
• Riqa’, bentuk jamaknya adalah ruq’ah, artinya lembaran-lembaran kuliy atau daun atau kertas.
Masa turunnya AlQuran
Masa turunnya AlQuran secara bertahap selama dua puluh tahun, dimulai tiga tahun setelah bi’tsah, akhir hayat Rasulullah saw. Sedangkan di dalam surat alBaqarah:185 dan surat alQadr:1 disebutkan bahwa AlQuran diturunkan pada malam bulan ramadhan, malam Qadr. Dari beberapa pendapat ahli hadits dan sejarawan tergambar garis besar bahwa AlQuran memiliki dua wujud, wujud lahiriah yang terjelma dalam bentuk lafazh-lafazh dan kalimat-kalimat, kedua adalah wujud batiniah yang tetap berada dalam posisinya. AlQuran dalam wujud batiniah dan aslinya menjelma dalam hati rasulullah saw secara utuh pada malam Qadr.
Tertundanya Turunnya Quran selama 3 tahun
Awal turunnya wahyu risali pada tanggal 27 Rajab, 13 tahun sebelum hijrah (609 M). Namun turunnya Quran sebagai kitab samawi, pernah tertunda selama 3 tahun. Ketertundaan ini disebut Fathrah. Ketika berada dalam rentang waktu itu, rasulullah menjalankan dakwahnya secara diam-diam hingga ayat ini diturunkan, Maka sampaikanlah secara terang-terangan segala yang diperintahkan (kepadamu) (QS alHijr:94).
Pengumpulan dan Penyusunan AlQuran
Pengumpulan ini berlangsung selama beberapa tahun atas upaya beberapa orang dan berbagai kelompok. Sedangkan urutan, susunan dan jumlah ayat dalam setiap surah sudah dibakukan sejak jaman Rasulullah berdasarkan perintah Allah swt.
Pada saat itu bentuk tulisan alQuran tidak seperti sekarang ini. Tulisan AlQuran saat itu adalah tulisan tanpa harakat (sandang) atau dikenal dengan ‘tulisan Arab gundul’. Namun seiring dengan perkembangan Islam, makin banyak orang yang memeluk Islam, tidak hanya orang Arab (yang mengerti bahasa Arab), tapi juga orang-orang di luar Arab. Orang-orang bukan Arab yang tidak mengerti bahasa Arab, mereka sering salah membunyikan tulisan dalam alQuran karena tidak ada sandangan yang membedakan bunyi fonem (a,i,u) pada huruf-hurufnya. Untuk mempermudah orang melafalkan, mengeja dan mengucapkan tulisan dalam alQuran, maka tulisannya diberi harakat atau sandangan(a,i,u). Tentang penulisan AlQuran dibahas dalam subjudul sejarah AlQuran.
Sifat Studi AlQuran
Studi AlQuran yang akan digunakan adalah AlQuran menurut sunah rasul, yaitu menurut apa yang diajarkan, diucapkan dan diamalkan oleh Muhammad SAW. Ada pula orang-orang yang mengamalkan dan menggunakan kalam Allah (AlQuran) untuk selain yang dicontohkan rasul, mereka menyalahgunakan AlQuran untuk hal-hal yang tidak berfaedah baik.
Apakah AlQuran bisa disalahgunakan? Bisa saja. Sama seperti Anda memiliki pena. Pena berguna untuk menulis, tapi Anda juga bisa menggunakannya untuk mencelakai orang bila digunakan untuk menusuk matanya, misalnya. Mungkin Anda juga bisa menggunakannya untuk mendzalimi orang dengan menuliskan sebuah fitnah tentang orang itu di atas kertas yang kemudian Anda sebarkan. Manfaat pena itu tergantung pada siapa Anda.
Untuk menyamakan persepsi dalam studi ini, ada dua pertanyaan yang harus kita jawab. Pertama, apakah pengertian din (agama) bagi Anda? Kedua, untuk apa Anda melaksanakan ajaran agama?
Anda memiliki jawaban, saya pun punya jawaban. Pertama, dien adalah tata aturan hidup yang berasal dari Allah, yang menciptakan kehidupan. Kedua, dien dilaksanakan untuk kehidupan di dunia. Akhirat adalah hasil dari kehidupan dunia, akhirat adalah akibat dan dunia adalah sebab. Allah tidak menurunkan agama untuk dilaksanakan di akhirat, tetapi untuk dilaksanakan di dunia.
Jadi, pengajian bukanlah untuk kepentingan akhirat saja, tapi untuk mengkaji aturan dari Allah untuk menjalani hidup di dunia. Bagaimana dengan kehidupan saya di akhirat? Otomatis, yaitu akhirat adalah kehidupan yang secara otomatis, dengan sendirinya tercipta dari kehidupan di bumi. Artinya kehidupan di akhirat adalah cerminan dan efek dari kahidupan saya selama hidup di dunia. Sama halnya ketika saya bercermin melihat bayangan yang memantul di sana. Jika saya ingin merapikan tampilan rambutan saya di cermin, maka yang harus saya rapikan adalah rambut saya, bukan mengubah cermin, karena tidak mungkin. Tidak ada ikhtiar yang bisa dilakukan di akhirat. Akhirat adalah hasil akhir amal perbuatan di dunia. Karena itu, mempelajari AlQuran adalah kewajiban di dunia sebagai bekal hidup di dunia. Bagi saya bekal hidup di akhirat adalah hidup di bumi. Lalu bagaimana halnya dengan pahala? Bukankah pahala adalah bekal saya di akhirat?
Tahukah Anda tentang arti pahala? Pahala adalah sebuah kebaikan. Pahala adalah sebuah manfaat positif atas amal perbuatan. Pahala bukanlah sebuah perhitungan kuantitatif deretan angka-angka. Jika saya menjalani hidup di dunia dengan baik dan benar, maka dengan sendirinya kehidupan baik pula yang akan saya jalani di akhirat. Seperti layaknya orang bercermin. Apa yang ada pada diri saya, itulah yang nampak pada cermin. Saya belum pernah mati, begitu pula Anda. Keyakinan saya berasal dari pengerahan seluruh kemampuan saya untuk berpikir. Dan saya hidup dengan keyakinan tersebut.
AlQuran adalah qalam Allah kepada manusia yang berisi ajaran-ajaran dan petunjuk hidup. Apakah Alquran itu berbentuk sebuah kitab? Tidak selalu. Apakah jika ia ditulis di sebuah dinding maka ia bukan lagi AlQuran?
Di jaman rasul, Muhammad SAW, AlQuran belum berbentuk buku seperti sekarang. AlQuran masih ditulis dalam bentuk mushaf-mushaf yang terpisah-pisah.
Umat Islam diperintahkan untuk menghormati AlQuran. Apakah saya telah menghargai AlQuran? Menaruh AlQuran pada tempat yang tinggi, tempat yang indah, adalah baik. Tapi ada yang lebih layak dari itu semua, yaitu menaruh AlQuran di tempat yang benar. Di manakah? Di dalam setiap perbuatan saya. Itulah obsesi saya.
Menghormati AlQuran berarti menghormati ajaran Allah. Jika saya menghormati AlQuran dengan menghormati isi AlQuran dan melaksanakannya, sudah pasti saya pun menghormati AlQuran dalam bentuk wujudnya, kitabnya.
Studi ini adalah studi untuk memahami AlQuran menurut sunah rasul. Pemaknaan sesuai dengan tuntunan rasul Muhammad SAW. Sunah rasul ada dua bentuk, sunah qawliyah (perkataan) dan sunah fi’liyah (perbuatan).
Studi berarti belajar, yaitu kegiatan belajar untuk memahami, mengerti dan mengetahui. Studi AlQuran berarti belajar memahami, mengerti dan mengetahui AlQuran secara benar menurut sunah rasul.
Mengapa tidak digunakan istilah ‘pengajian’? Karena arti pengajian secara umum kini telah menyimpang dari arti harfiahnya. Pengajian berasal dari kata ‘kaji’ yaitu menelaah, membahas, mempelajari. Maka seharusnya pengajian AlQuran adalah sebuah kegiatan yang berupaya untuk mempelajari dan memahami tentang AlQuran. Namun yang saya temui dalam masyarakat, mengaji adalah kegiatan membaca, melantunkan, membunyikan, melafalkan huruf-huruf yang tertera dalam AlQuran. Dalam hal ini, pengertian membaca pun telah bergeser. Dalam kamus, membaca berarti kegiatan menangkap, memperoleh pengertian tentang hal yang tertera dalam bentuk serangkaian huruf menjadi sebuah pengertian dalam pikiran kita. Jika saya tidak mampu memperoleh sebuah pengertian tentang serangkaian huruf yang saya baca, maka benarkah bahwa saya ‘membaca’?
اِقْرَأْ bacalah adalah firman Allah yang pertama kali diterima Nabi Muhammad SAW. Ini adalah perintah bagi seluruh umat manusia. Manusia diperintahkan untuk membaca, membaca petunjuk Allah yang turun dalam bentuk alQuran. Sudahkah saya memenuhi perintahNya?
Banyak orang yang telah menjalankan perintah membaca alQuran. Namun sayangnya, pengertian ‘membaca’ mereka adalah pengertian ‘membaca’ tidak dalam arti sebenarnya. Pada umumnya banyak yang mengartikan membaca sebagai membunyikan huruf-huruf di dalam AlQuran tanpa memahaminya. Kegiatan membunyikan tulisan ini pun menjadi beragam bentuk, dengan nada-nada atau melodi tertentu. Hal ini tidak salah, namun belum sepenuhnya benar, karena tujuan membaca menjadi tidak tercapai. Yaitu memindahkan pengertian yang tertera pada hal tulisan yang dibaca ke dalam pengertian di benak si pembaca.
Mungkin ada sebagian orang yang ‘mengaji’ untuk mendapatkan pahala dari Allah. Entah dengan pemahaman atau tidak, orang-orang ini merasa telah melaksanakan perintah Allah agar membaca AlQuran. Mereka bertujuan mengharapkan pahala atas amal ibadah mengaji. Apakah mereka memperoleh manfaat dari itu? Apa yang mereka dapat? Jika Anda menjawab: pahala, maka: apakah tujuan dari kegiatan pengajian? Pemahaman atau pahala?
Sifat Studi AlQuran
Kegiatan studi AlQuran ini memiliki sifat-sifat yang mendukung tercapainya tujuan mempelajari AlQuran, yaitu mengerti AlQuran secara benar. Berikut adalah sifat studi AlQuran:
1. Pribadi atau personal
Studi AlQuran bersifat pribadi. Artinya setiap orang yang melakukan studi AlQuran ini adalah orang yang mewakili dirinya sendiri. Ia sebagai individu, tidak mewakili golongan, kelompok, suku atau aliran tertentu. Ia melakukan studi AlQuran dalam kapasitas dirinya sebagai manusia beriman yang ingin memahami isi AlQuran. Jika nantinya, ia melakukan transfer tentang apa yang ia ketahui kepada orang lain, maka itu ia lakukan atas kesadaran mengamalkan ilmu. Sesuai hadits rasul, “Sampaikanlah walau hanya satu ayat”.
2. Komparatif
Studi ini bersifat komparatif, yaitu membandingkan kajian studi dengan standar AlQuran menurut sunah rasul. Pemaknaan AlQuran menurut sunah rasul selalu dijadikan standar kebenaran dalam studi ini. Karena Muhammad SAW adalah manusia yang paling memahami AlQuran.
Prinsip terlarang dalam studi: Dalam melakukan studi ini, ada hal-hal yang tidak boleh dilakukan. Hal-hal terlarang ini akan menghambat tercapainya tujuan studi. Prinsip-prinsip yang tidak boleh dipakai dalam studi ini:
1. Tidak ada selain yang sudah diketahui
Artinya kita menutup diri dari pengetahuan-pengetahuan baru. Ini tidak boleh dilakukan. Di hari kemarin kita tidak mengetahui tentang sesuatu, di hari kemudian boleh jadi pengetahuan kita bertambah. Pengetahuan yang dimiliki manusia selalu bertambah, karena manusia dikaruniai akal. Dengan akalnya ia berusaha mencari kebenaran. Hanya Allah yang Maha tahu segalanya, manusia tidak mengetahui apapun kecuali yang Allah beri. Tugas manusia untuk mencari ilmu. Ini sudah menjadi tugas naluriah manusia. Manusia dikarunia sifat selalu ingin tahu. Jika kita tidak ingin berusaha untuk mencari ilmu, mungkin artinya kita sudah kehilangan sebagian naluri kita. Untuk itu prinsip yang benar dalam studi ini adalah “Selalu ada yang belum kita ketahui”.
2. Tidak benar selain yang sudah dikaji
Dalam etika keilmuan, prinsip ini pun tidak boleh ada. Begitu pula dalam upaya studi ini. Tidak benar selain yang sudah dikaji, artinya kita tidak menerima rumusan baru, hasil kajian baru selain yang sudah ada. Prinsip ini tidak boleh ada dalam kegiatan kita melakukan studi AlQuran.
Pada masa Yunani kuno, orang-orang percaya bahwa bumi adalah pusat alam semesta, di mana matahari, bulan dan benda-benda langit lainnya berputar mengelilingi bumi. Ini dikenal dengan Geosentris, Aristoteles adalah penemunya. Kemudian, setelah lensa teleskop dan teropong ditemukan, di mana manusia bisa melihat benda-benda lebih jauh, muncul pengetahuan baru pada seorang manusia bernama Galileo Galilai. Ia berkata bahwa bumi bukanlah pusat alam semesta. Matahari adalah pusatnya, dikenal dengan teori Heliosentris. Bumi, bulan dan planet-planet lainnya berputar mengelilingi matahari. Pada saat itu orang-orang Yunani tidak mau menerimanya. Mereka beranggapan Aristoteles adalah benar dan tetap akan benar. Kepercayaan ini diperkuat oleh Injil yang menyatakan bahwa bumi adalah pusat alam semesta. Saat itu dipercaya juga bahwa bumi berbentuk datar. Ketika itu dipercaya, jika kita mengarungi bumi sejauh-jauhnya, maka kita akan menemui ujung bumi dan akan terlempar ke bawah seperti terjatuh dari atas sebuah meja. Seiring dengan itu Galileo juga mengungkap tentang penemuannya pada hukum gerak jatuh bebas. Ia berkata bahwa benda berat dan benda ringan akan jatuh dengan sama cepat. Ini bertentangan dengan apa yang telah diungkapkan oleh Aristoteles. Menurutnya benda yang lebih berat akan jatuh terlebih dahulu dari benda yang lebih ringan. Orang-orang saat itu menganggap Aristoteles lah yang benar, karena menurut mereka ucapan Aristotelas lebih masuk akal. Benda berat tentu sampai di tanah lebih dulu dibanding benda ringan bila dijatuhkan dari atas. Saat ini percobaan ilmiah telah membuktikan bahwa Galilieo adalah benar dengan hukum gerak jatuh bebas. Semua benda akan tiba secara bersamaan bila dijatuhkan pada saat yang sama. Dan untuk benda-benda tertentu, seperti bulu ayam misalnya, akan jatuh lebih lambat dibandingkan besi misalnya. Hal ini karena ada resistensi udara yang menghalangi bulu ayam. Namun bila resistensi udara ditiadakan, kedua banda yang berbeda bobot ini akan tiba di tanah secara bersamaan. Hal ini telah dibuktikan pada ruang hampa udara.
Bayangkanlah, bagaimana jika berpegang pada prinsip Tidak benar selain yang sudah dikaji. Apa jadinya manusia sekarang? Kita akan tetap terkukung pada kebodohan tanpa ilmu. Tidak ada perkembangan peradaban. Karena adanya penemuan dari orang-orang yang berpikirlah, kita bisa berada dalam peradaban. Dan karena adanya sifat terbuka, mau menerima perubahanlah peradaban terus berkembang dengan perkembangan ilmu pengetahuan. Karena itu, dalam melakukan studi ini, prinsip-prinsip yang menjerumuskan pada kebodohan ini harus ditinggalkan. Yang benar adalah “Selalu ada kebenaran yang belum kita kita ketahui”.
3. Tidak boleh ada selain yang sudah diakui/dikaji oleh umum
Prinsip ini sama dengan dua prinsip sebelumnya. Orang yang memegang prinsip ini artinya ia tidak mau menerima hal-hal baru. Ia hanya mau menerima apa yang sudah diwariskan oleh pendahulunya. Prinsip ini tidak boleh ada dalam studi mempelajari alQuran. Ilmu Allah sangat luas dan ilmu manusia hanya setitik dibanding denganNya. Selalu ada hal yang belum diketahui,dipahami dan dikaji manusia. Pengetahuan manusia akan selalu bertambah selama ia berusaha mencarinya. Allah akan memberikan ilmuNya pada manusia selama ia berusaha mendapatkannya.
sumber: http://nur-isa.blogspot.com/
0 Comments:
Post a Comment
Assalaamu`alaikum wrb..
Terima kasih atas kunjungan anda dan mohon masukannya. Dengan anda meninggalkan sebuah komentar, Berarti anda telah ikut serta bersumbangsih mengembangkan Blog ini dan memberikan semangat untuk islah / perbaikan menulis bagi sipemiliknya. Maka banyak atau sedikit, lanjut atau berakhirnya materi sangat tergantung pada kualitas & jumlah komentarnya
Wassalaam...